Tuesday, December 22, 2015

Broken Home




Broken home sejatinya mulai marak terjadi, mulai dari kedua orang tua yang berpisah hingga keberadaan keluarga yang tak harmonis. Anak-anak menjadi korban dalam kejadian ini, terlebih jika masih di usia belia maupun remaja, sebuah fase labil bagi kehidupan anak. Sedikit saran untuk orang tua yang menghadapi fenomena ini, mungkin sebaiknya anda mengirim anak untuk bersekolah di boarding/asrama. Ini merupakan sebuah langkah jitu untuk menyelamatkan masa depan anak, khususnya bagi mereka yang berada di usia remaja.

Kehidupan asrama yang tenang, banyak kegiatan, serta keberadaan teman dan guru menjadikan seorang anak lebih aman terhadap konflik keluarga yang dihadapi. Dia akan lebih baik karena disibukkan dengan agenda kegiatan yang padat, dan teman yang menemani perjalanan belajarnya. Sehingga anak tak merasa kesepian dan memiliki banyak peluang menyambut masa depan.

Keberadaan anak korban broken home terkadang menjadi beban berat bagi si anak, status anak janda maupun anak duda selalu menghantui dimanapun ia berada. Bahkan tak sedikit orang tua yang melarang anaknya untuk bergaul dengan anak korban broken home. Mereka dinilai sebagai anak yang tak mendapat pendidikan moral yang cukup dan cenderung memiliki perilaku menyimpang. Semakin lengkaplah pendetitaan si anak korban broken home.

Tanpa disadari, perilaku demikian telah membawa anak broken home untuk segera pergi menuju jurang kehidupan. Perilaku menyimpang semakin ia lakukan untuk menarik perhatian. Ia rindu akan sebuah kasih sayang, ia rindu akan hangatnya keutuhan keluarga. Meskipun demikian, masih ada keluaga broken yang tetap memilih menjaga hubungan baik demi masa depan anak. Ingat “masih ada” dan itu tidaklah banyak.

Namun kali ini, saya cenderung membahas kelurga broken dengan hubungan yang buruk. Jika anda menemukan anak korban broken home atau mungkin calon pasangan anda adalah korban, ada beberapa alasan bagi anda untuk tetap bertahan dengannya.

Pertama, anak korban broken home merindukan kasih sayang yang besar, baginya limpahan harta di dunia bukanlah sesuatu yang utama untuk dikejar. Gelimpang harta pernah ia rasakan dengan tanpa keutuhan kelurga membuatnya merasa tak bahagia. Tujuan hidupnya jelas, suatu pemandangan terindah dalam hidupnya adalah melihat kehangatan keluarga.

Kedua, kegagalan keluarga dalam membina kelangsungan rumah tangga membuatnya belajar. Ia akan jauh mempersiapakan diri dari pada orang lain ketika menuju tangga pelaminan. Ia akan memulainya dengan berkunjung ke rumah teman-temannya. Dibalik kunjungannya, terselip satu tujuan besar yaitu melakukan riset alias observasi tentang keluarga yang dimiliki temannya. Ia membutuhkan best practice dari kehidupan keluarga yang bahagia. Sehingga ia tau darimana ia harus memulai dan mengatahui apa yang salah dari kehidupan orang tuanya.

Ketiga, sensitivitas yang dimiliki menjadikannya pribadi yang peka pada lingkungan. Keberadaan anak korban broken home cenderung menjadi sensitif. Hal itu ia dapatkan karena tekanan yang harus ia hadapi sejak kecil. Sehingga wajar ketika kondisi kehidupannya kembali normal, ia cenderung lebih peka dari anak seusianya. Dimasa depan, ia akan menjadi lebih peduli pada keluarga yang ia miliki, termasuk saudaranya, karena ia menganggap kelurga adalah perhiasan yang harus ia jaga.

Keempat, Korban lebih mandiri dan dewasa. Sebagai anak korban broken home cenderung membuatnya untuk dapat menyelesaikan masalah sendiri. Keberadaan orang tua yang tak selalu ada setiap ia membutuhkan, menjadikannya banyak belajar mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat. Alhasil, ia dapat diandalkan terlebih dalam urusan pekerjaan.

Kelima, mereka rela berkorban. Keluarga yang tak utuh menjadikannya berpikir dan mengevaluasi sendiri. Hubungan yang tak harmonis kelurga tentu bermula dari rasa egois, enggan untuk berkorban, maupun enggan untuk mengalah. Anak korban broken home akan senang hati bila diberikan kesempatan untuk melakukan yang lebih dari orang lain. Ia selalu beranggapan, selagi ia mampu melaksanakan, akan ia lakukan meski harus berkorban. Hal itu dilakukan untuk membuat orang di sekitarnya bahagia. Karena sekali lagi, ia rindu dengan kebahagiaan.

Keenam, dendam akan dibalasnya dengan mewujudkan keluarga impian. Keberadaan masa kecil yang banyak memberikan tekanan tentu tak ingin ia bagi pada anak dan keluarganya kelak. Ia akan lebih berhati-hati dan menjaga keutuhan kelurganya. Ia tak ingin anak dan pasangannya mengalami masa-masa seperti yang ia hadapi sebelumnya. Selain itu, ia juga ingin membuktikan bahwa ia dapat bangkit dan membina keluarga bahagia.

Ketujuh, anak broken home menawarkan persaudaraan. Kelurga yang tak utuh membuatnya mencari kelurga dimanapun ia berada. Ia rindu dengan sosok ibu dan ayah yang menyayanginya. Jadi jangan heran, jika sedikit saja anda mau berbuat baik padanya, maka tak segan ia akan langsung membalas kebaikan dan menjadikan anda sebagai saudara.

Sekian dari saya, tidak semua korban broken home merasa tidak bahagia. Namun, dibalik adanya broken home, terdapat kecenderungan si anak sebagai korban kurangnya kebahagiaan dan kasih sayang. Semoga Tuhan senantiasa menjaga kelurga kita. Jika tak kita dapatkan saat ini, semoga esok kita dapat membina kelurga yang lebih baik.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com